6.1.16

Merapat ke Tengah (Part 2)

Siapakah Sazka, Zakki, Jay, dan Erma?

Sazka, Zakki, Jay, dan Erma adalah anak gembala selalu riang serta gembira.
BUKAN!

Mereka adalah teman-teman lamaku yang kukenal 10 tahun yang lalu dalam perhelatan (wetsah, apaan sih perhelatan, hahaha) Konferensi Anak Bobo 2005. Yuhuhuhu~

Kami tidak satu SD. Berdinamika untuk bertatap muka bersama-sama (korps lengkap kami sebanya 36 orang) dan berkonferensi hanya 5 hari. Namun kasih sayangnya, melekat di hati hingga kini, asik!

Ini kali pertamanya aku berjumpa lagi dengan Sazka dan Erma. Kalau Zakki, beberapa kali sempat berjumpa di kampus karena Zakki toh kuliah di UI juga. Jay, sebelumnya sempat berjumpa di tahun 2014, waktu aku dan KMK Vokasi-Fisip-FH-FPsiko UI sedang ziarek ke Jogja juga.

Kami sudah besar-besar sekarang. Bahkan Zakki litelarry membesar sementara Jay lebih kurus dibandingkan Jay kecil yang bulat. Sazka tetap mungil kayak waktu dulu dia yang termungil di antara kami ber-36. Erma kini sudah memakai hijab. Pipiku masih tembem, sedari lahir hingga sekarang.

29 Juni 2015 adalah hari Minggu yang jauh dari kata biasa, pun lebih dari istimewa. Semuanya hangat dan manis terasa :)


Duduk manis di teras rumah Erma bersama Zakki











Sore harinya, aku request kepada Jay untuk misa di Gereja St. Antonius Kota Baru, sekaligus janjian ketemu dengan Nandit, anak KAB 2005 juga. Selepas dari misa, saya, Jay, Zakki, Nandit, Erma, Sazka, pergi makan malam bersama ditambah kehadiran anggota yang semakin lengkap: ada Fafa, Dyah/Nunil, Anggit. Selanjutnya kami main-main ke............... bukit bintang-nya Jogja! Banyak di antara kami yang tidak membawa jaket (termasuk saya, meski akhirnya dipinjami sweaternya Nunil --- Nunil rajin sekali bawa jaket/sweater lebih dari satu kayaknya) tapi tetep nekat untuk angin-anginan naik motor ke bukit bintang. Sesampainya di sana.............kandungan gizi dan karbohidrat dari nasi+ayam goreng hilang sudah. Tak ada yang lebih akrab dalam melekatkan persahabatan selain Indomie seleraku (nggak kok, nggak sponsor). Bukan hanya faktor dataran tinggi namun faktor sudah malam, dinginnya gak karuan dan bisa mati kayaknya kalau perut gak diisi (hm, teori darimana sih ini hihi)





Spesialnya dari malam itu adalah akhirnya kami nginep bersama lagi, kali ini bukan di Wisma Handayani Jakarta (tempat kami menginap semasa konferensi dahulu) tapi di rumah Erma di Kota Gede, Yogyakarta :D

Selamat malam, selamat bobo!


---bersambung---

Merapat ke Tengah (Part 1)

Merapat ke Tengah? Maksudnya?

Maksudnya adalah saya mau ke seputaran Jawa di bagian tengah (yolo)

Dimulai dari......... Yogyakarta!

Yeah! 2015 menjadi istimewa karena saya berkesempatan untuk kembali ke Kota Pelajar ini yang konon katanya dari sinilah leluhur saya berasal. Ish, enggak konon katanya sih, tapi memang begitu, namun sayangnya saya sudah tidak pernah lagi mudik ke sini karena memang kakek-nenek sudah lama merantau ke Jakarta.

Jadi, yang namanya Fanya nggak pernah pulang kampung, jadinya pulang ngota? Iyedah terserah hihihi.

Berangkat ke Jogja tanggal 27 Juli malam dengan KA Progo keberangkatan Stasiun Pasar Senen Jakarta menuju Stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Saya berangkat sendiri. Iya, sendiri! Dapat dikatakan inilah perjalan antar kota terjauh yang saya lakukan betul-betul seorang diri (ya sama penumpang lainnya sih, tapi saya nggak kenal). Kereta saya diberangkatkan pukul 22.30 di bulan Ramadhan. Di gerbong yang saya naiki waktu itu, isinya kalau boleh saya katakan ya.....didominasi oleh sesama mahasiswa yang memang mau kembali ke tanah asal, dan pada waktu itu kebanyakan dari para mahasiswa ini adalah mahasiswi IPB. Selain mahasiswa yang mau pulkam, banyak juga para pendaki gunung bersama carrier-carriernya yang sukses bikin saya iri karena memang sejauh ini belum juga dapat lampu hijau untuk naik gunung (sementara lampu hijau untuk nikah sudah ada letupannya pun saya belum punya pacar - curhat, maafkan).

Entah karena saya sudah beranjak dewasa atau karena sudah jadi mahasiswa yang banyak kerjaan (baik jelas maupun tidak jelas) sehingga saya betul-betul dapat memanfaatkan waktu selama di perjalanan dengan tidur nyenyak. Tanpa kata bosan atau gusar karena khawatir bokong akan menipis. Terbangun sih wajar, tapi langsung tidur lagi dengan cepatnya. Oh, waktu sahur saya juga terbangun karena petugas dari Resto KA mulai menyusuri gerbong-gerbong menawarkan menu sahur. Nah, di sini saya terbangun namun susah tidur lagi: aroma nasi goreng yang jadi menu sahur favorit para penumpang di gerbong saya sukses mengusik saya, terlebih karena perut jadi ikutan lapa, hahahaha.

Tidak, Fanya, tidak, kamu tidak perlu makan di pagi-pagi buta kalau tak berpuasa. Kalau makan, pastilah pagi harinya pun akan sarapan lagi. Kapan kurus? Kapan? Kamu ngantuk bukan lapar. Tidur bukan makan. Tidur... tidur.....tiiiiduuuuuuuurrrrrrrr......................!

Sambil terus berusaha memejamkan mata, saya membaca ajian di atas untuk mensugesti diri saya sendiri agar lekas kembali ke dunia mimpi. Selanjutnya? Tidur lagi, bahkan jauh lebih pulas karena udara subuh yang dingin membuat saya tambah meringkuk. Untungnya penumpang yang berbagi kursi dengan saya turun duluan (entah di stasiun mana). Begitu saya sadar bahwa tinggal saya yang menguasai kursi tersebut, sukseslah saya tidur berselonjor sambil meringkuk memeluki ransel. Nikmat sekali rasanya karena leher akhirnya tidak pegal lagi, pun badan lumayan bisa ngulet-ngulet dan rileks. Tau-tau kaki saya ditepuk-tepuki oleh petugas kebersihan kereta.

"Mbak, Lempuyangan, Mbak, sudah di Lempuyangan ini. Bangun, Mbak!"

Kejadian tersebut asli saya alami. Epic. Mirip di sinetron atau film-film kisah pengembara yang tertidur di perjalanan saking lelahnya mengarungi daratan yang terlalu luas hingga ia tak sadar telah sampai di tanah tujuannya sehingga menuai iba dari orang lain yang segera membangunkan. Ih, maafkan saya agak norak.
Barulah saya tahu bahwa antara Jakarta-Jogja lebih jauh ketimbang Bandung-Jogja.
Enakan tinggal di Bandung ya, kalau mau ke Jogja lebih dekat!
29 Juni 2015, 07:00. Selamat pagi, Jogja!
Kali pertama yang saya pikirkan begitu kaki memijak peron stasiun adalah: toilet! Tapi yang dituju malah warung-warung penjaja makanan di stasiun (yang meski bulan Ramadhan tetap buka)- nyari teh manis hangat. Kereta ekonomi lintas kota dan provinsi sekarang makin wah, bahwa AC bukan lagi suatu hal yang membuat kereta kelas eksekutif menjadi lebih spesial dibandingkan dengan kelas ekonomi. Gerbong saya bahkan AC-nya mantap sekali semriwingnya ditambah lagi saya cukup alay untuk menghadapi udara AC - gampang sakit! Bisa flu, bisa kembung enggak karuan. Teh manis hangat kala itu dirasa sudah paling benar untuk menyembuhkan saya dari sindrom kealayan AC-nya Fanya.

Selepas menyeruput habis teh manis yang saya beli dengan harga Rp3000,- , barulah saya mencari-cari teman saya: Sazka. Nisazka Syaula, anak kelahiran 1997 yang cukup enggak tahu diri cerdasnya karena sudah jadi mahasiswa ITB angkatan 2013 - seangkatan sama saya hiks. Sazka yang berangkat dari Bandung sudah sampai sekitar pukul 05:30, memang sudah selayak dan sepantasnya untuk sampai duluan di Lempuyangan ini. Benar saja, Sazka sudah asyik duduk-duduk ngantuk di ruang tunggu di depan loket tiket (ruang tunggu di luar stasiun). Bersama-sama kami menunggu kedatangan Jay dan Zakki dari Wates yang hendak menjemput kami untuk diboyong ke daerah Kota Gede yaitu ke rumah teman kami yang lain yaitu Erma. 15 menit sejak kedatangan saya di Lempuyangan, datanglah perjaka-perjaka yang kami nantikan. Setelah menyapa dan berpeluk kangen seadanya, kami lekas meninggalkan Lempuyangan.

Jadi, siapakah sesungguhnya Sazka, Zakki, Jay, dan Erma itu?

---bersambung---



Sudah 2016, Ada yang Kurang? ADA!

ADAA! IYAAAA ADA!!!!! *wutsss ga santai nih capslocknya*

Jadi, selamat tahun baru 2016 dulu! Teeeet... toeeeeet.... Ceritanya niup terompet. Hihihihi.

Jadi, apa yang kurang? Yang kurang adalah betapa saya tidak aktif menulis di blog hahahaha. Kali ini, bukan perkuliahan saja yang mau saya jadikan alasan, melainkan.....

PRAKTIK KLINIK. HAHAHAHAHAHA.

Kuliah Fisioterapi di UI, memasuki semester 5, maka para mahasiswa dan mahasiswinya (yang lulus sampai di titik ini, fufufu) harus ikut praktik klinik sebagai lahan pembelajaran dan ladang nilai (yang semoga dapat menuai hasil yang gemilang).

Tapi, sebelum praktik klinik (yang JUJUR nguras otak, tenaga, dan dompet, huehehe) dimulai, saya menyempatkan diri untuk berlibur, berplesir, berpiknik! Hahahaha sama kawan-kawan tercinta. Senangnya lagi, bukan hanya kawan perkuliahan, tapi kawan SMA, SMP, bahkan SD-yang-meskipun-tidak-se-SD. :)

Okay, cuap cuapnya udahan dulu, sekarang saya mau mulai berkisah.

Salam,
-F