28.6.10

Selamat Jalan, Pak Guru

Berita duka.

Telah berpulang kehadirat Bapa di surga:
Bpk. Stefanus Dalikin
Minggu, 27 Juni 2010


Dulu, beliau mengajar di SD St. Maria Cimahi (sekolah gue dulu). Tapi gue nggak pernah diajar sama beliau. Tapi gue kenal beliau di gereja, lagipula beliau ini ngajar kedua kakak gue kok. Malah, beliau ini dulu suka motret gue yang gila tampil. Yup! Waktu kakak-kakak gue menerima Sakramen Ekaristi (Komuni Pertama) di Gereja St. Ignatius Cimahi, Bapak Dalikin yang punya keahlian dalam fotografi pun turut mengabadikan momentum tersebut. Nah, seperti yang gue bilang tadi, gue ini gila tampil, makanya di acara Komuni Pertama kakak gue, gue juga ikut isi acara nyanyi lhoo, padahal gue masih umur 4 taon (nah, nggak tau deh kenapa bisa diundang nyanyi, itu urusan bokap-nyokap). Dan gue dipotret sama Pak Dalikin ini. Kayaknya sering juga gue dipotret, tapi kalau dipotret pasti bareng kakak-kakak gue (iya lah, gue dulu kerjaannya ngebuntutin kakak gue doang!)

Beliau ini memiliki jiwa pelayanan yang tinggi, begitu setia beliau menjalani segala aktivitas dan profesi yang ditekuninya. Beliau dikenal banyak orang, beliau merupakan salah satu tokoh aktivis di Gereja St. Ignatius Cimahi.

Tak disangka beliau telah tiada.
Di usia 70 tahun, beliau ditabrak oleh pemuda yang mengendarai motor. Sebenarnya Pak Dalikin juga sedang naik motor, tapi dalam keadaan berhenti. Bayangkan kalau Anda sedang dalam posisi diam lalu ditabrak, sakit lah. Nah ini, sudah diam ditabrak dengan kecepatan tinggi pula.

Yah, kematian datangnya memang seperti maling - kagak pake permisi. Caranya juga berbeda-beda, kita sebagai manusia tidak dapat mengetahuinya - hanya Tuhan yang mengatur, semua adalah rencana-Nya. Mungkin karena kebaikan Bapak Dalikin kepada sesamanya-lah yang mengetuk hati Tuhan untuk memutuskan agar Bapak Dalikin tinggal bersama-Nya di surga.

Dari peristiwa ini kita juga dapat mengambil hikmahnya: JADILAH PENGGUNA JALAN RAYA YANG BUDIMAN. Heran, pengendara motor jaman sekarang (yang didominasi oleh pemuda-pemudi) kok seenak jidat gitu. Ngebut-ngebut, merasa paling jago ngebut seantero jagad, sebodo sama pengguna jalan lain, dalam bahasa Sunda istilah kasarnya KUMAHA AING WE *terserah saya*. Bukankah sesama pengguna jalan raya nggak boleh saling merugikan? Tertib lah.
Gue juga pernah jadi korban kecelakaan lalu lintas, waktu kelas 7, gue yang lagi dibonceng sama kakak gue waktu mau ke sekolah. EH, dari arah berlawanan ada motor nabrak dengan kecepatan tinggi, yah meski cuma kena stang motor, tapi goncangannya kan keras banget dan sukses membuat gue mental ke trotoar dan berakibat pada pergelangan kiri gue patah dan mesti dioperasi. Dan gue rasa, banyak sekali korban-korban kecelakaan lalu lintas di Kota Cimahi, Bandung, Jakarta, Surabaya, dan seluruh Tanah Air tercinta ini.

Makanya tertib dong! Belajar mengalah, karena mengalah bukan berarti kalah. Hapus teori "KUMAHA AING WE" dari otak kita, harus berbagi sama sesama, berbagi jalan raya kepada sesama pengguna.














Selamat Jalan, Pak Dalikin!
Selamat jalan, Pak Guru!
Semoga segala pelayanan yang engkau berikan kepada kami; murid, keluarga, saudara, serta kerabat bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun, berkenan dihadapan Sang Ilahi.

Tuhan, terimalah jiwa Bapak kami ini di dalam ketentraman abadi dan kerahiman-Mu. Amin.




***

No comments:

Post a Comment