Kalau tiba-tiba ada seorang temanmu –berdampak juga ke beberapa teman lainnya- marah kepadamu, padahal kamu nggak tahu apakah kamu sungguh-sungguh bersalah atau tidak –lebih tepatnya kamu nggak tahu masalahnya lalu tiba-tiba dituding sebagai orang yang bersalah-, PERCAYA deh rasanya pasti kacau banget.
Itu yang gue rasain di saat liburan terpanjang (yang pernah gue alami).
Kejadiannya udah dari kemarin, sama kemarinnya lagi. Puncaknya ya tadi malem. Gue nggak bisa berpikir jernih. Kacau, banget. Malam yang suram, bahkan gue menolak untuk sms-an (sekalipun dengan COWOK YANG GUE SUKA). Gue tidur jam setengah dua subuh hari ini, bangun setengah sepuluh pagi hari ini juga. Cewek apaan sih gue? Dan semua pun ngomel. Sebodo – toh masih bagus kan gue masih bangun, terserah deh, otak gue lagi keruh. Dengan egoisnya gue ke dapur, minum air segelas, duduk di meja makan. Ada bolen, bolu, cucur, kenapa jadi banyak kue? Apakah gue ini di surga? Di rumah nenek sihir yang di buku Hans and Gretel? Sebodo. Gue makan bolen, makan bolu, makan nasi, sarapan yang begitu aneh, tanpa mandi, sisiran, boro-boro sikat gigi. Kacau. Gue merasa jadi remaja yang kacau. Gue memutuskan mengisi hari kacau gue dengan baca teenlit. Ceritanya kok pas banget dengan idup gue, tentang seorang cewek 12 taon (tapi gue udah umur 15!!) yang linglung jadi anak remaja. Teenlit karya Ken Terate: Jurnal Jo. Dan diceritakan pula ada geng cewek-cewek dangkal nun rese yang mengganti nama panggilan mereka dengan nama tokoh-tokoh cewek di buku Harry Potter. Hei, gue jadi flashback waktu kelas 1 SD…
Tau lomba CALISTUNG? Itu, lomba untuk anak-anak kelas 1 sama 2 SD di bidang membaca, menulis dan berhitung/mencongak. Gue pernah ikut lomba baca waktu kelas 1. Kayaknya itu lomba antar sekolah se-kecamatan atau apalah. Yang pasti waktu gue lomba gue lombanya di sekolahan orang laen.
Tau kan anak-anak itu cepat bosan? Gue anak yang bosenan dan nggak bisa diem. Gue memutuskan main kejar-kejaran dengan beberapa anak-anak yang lain, meski itu kakak kelas gue (so what? Kakak kelasnya juga masih kelas 2 kok!). Gue bertemu dan kenalan untuk pertama kalinya dengan Henry dan Angga. Mereka ikut lomba berhitung. Nggak tau gimana caranya tiba-tiba jadi deh kita main bertiga, lari ke sana kemari. Kita seperti sedang berpetualang mencari harta karun, tapi Henry menamai dirinya sebagai Harry Potter, Angga disebutnya Ron dan gue disebut sebagai “… itu loh temennya Harry yang cewek,” begitu katanya. “Hermiyon?” jawabku. “Yah, itu!” Henry bersorak girang. Oh Gosh! Bahkan untuk berpura-pura jadi Hermione saat itu gue pun nggak bisa mengucapkan nama H-E-R-M-I-O-N-E dengan benar sebagaimana mestinya. Toh, gue tetep senang-senang aja meski gue salah. Dan yang lebih salahnya lagi kita pura-pura jadi murid Hogwarts tapi malah pura-pura mencari harta karun kayak di buku Lima Sekawan-nya Enid Blyton. Salah kan? Tapi gue seneng. Saat gue jatuh, gue nggak ditolongin malah diketawain. Gue juga nggak malu tuh, nyantai, malah ngejar-ngejar si Henry dengan hasrat ingin ngejitak, secara Henry yang paling girang liat gue jatoh.
Tapi, setelah gue duduk di bangku SMP semuanya begitu rumit. Dari kelas 7. Gue masuk SMP yang nggak gue sadari ternyata SMP-nya Angga juga. Gue jarang ngobrol sama dia, Cuma beberapa kali (kalo rapat OSIS doang). Padahal dulu kan kita pernah lari-lari bareng (meski cuma 1 kali) tapi sekarang rasanya gue bener-bener adik kelas dan dia bener-bener kakak kelas, jauuuuuh banget lah, idupnya beda (padahal cuma selisih 1 tahun usianya). Dan satu hari (waktu kelas 7 juga) gue naik angkot waktu pulang sekolah, gue malah seangkot sama Henry. Sekolahnya sih beda, tapi sama-sama di Bandung dan rumah sama-sama di Cimahi. SATU ANGKOT, beneran! “Henry yha?” tanyaku. Dia cuma ngangguk, senyum, dan sepanjang perjalanan kita nggak ngobrol, diem aja. Padahal dulu kan kita pernah lari-lari bareng (meski cuma 1 kali), kita udah kenalan waktu di SD tapi rasanya kok jadi nggak kenal lagi. Canggung banget, apakah harus serumit ini jadi anak remaja??
Sekarang gue tinggal menghitung hari menjelang masuk sekolah lagi dengan status sebagai anaka SMA. Gue rasa, jadi remaja itu sulit banget, kayak nyebut urutan abjad bukan segampang A-B-C lagi tapi A-Z-Q, rumit deh. Waktu gue masih jadi anak-anak biasa masalah yang paling jadi beban gue tuh kalo gue minta Happy Meal malah dibawa makan soto di Jl. Banceuy. Toh, keduanya sama enak, tapi dulu itu jadi masalah banget buat gue. Sekarang? Sekarang hidup gue isinya adalah segala hal-hal canggung yang nggak seharusnya dipusingin. Dulu kalau berantem sama teman kita hanya mengacungkan jempol dan meniupnya sebagai tanda permusuhan tapi 5 menit kemudian udah saling mengaitkan jari kelingking dan bergandeng tangan. Saat gue remaja, tanda permusuhannya lebih ragam, kayak mencemooh dan menyinggung orang lain dengan konotasi nggak enak pake media facebook. Mungkin 5 menit kita memutuskan untuk berteman lagi tapi masih ada dendam dan rasa ingin menusuk dari belakang. KENAPA HARUS KAYAK GINI? Gue pengin semakin kita dewasa malah nggak perlu pusing-pusing kayak gitu. Gue pikir alangkah baiknya semakin kita dewasa kita semakin berani bersikap kayak anak kecil yang mau berteman dengan siapa aja, musuhan tapi cepat baikan lagi. Atau kalau perlu nggak usah musuhan lagi..
Gue pengen ke Mc’D, makan Big Mac.
xOxO
_nyHa_
No comments:
Post a Comment