21.5.14

Kedua


Aku tidak yakin apakah ini disebut dengan perkenalan, yang jelas, pertama kali kami berjumpa, kami tidak tahu nama satu sama lain. Lalu aku tahu namanya. Kurasa, aku tahu lebih dulu sebelum dia mengenal namaku.

Satu saat, dia berdiri bersandar pada tiang bangunan, berusaha menghubungi beberapa nomor dari ponselnya yang kulihat tidak ada yang berhasil memberikan jawaban kepadanya. Aku ada di balik tiang yang lain. Bukan mengintip, aku memang kebetulan ada di situ. Lalu kebetulan melihatnya. Kemudian diam-diam memperhatikannya. Tiba untukku beranjak dari tempatku, sengaja kulangkahkan kakikku mantap menuju dia, kusapa dengan lambaian tangan, mengucapkan namanya dengan sedikit meragu.
Untunglah benar. Hingga saat itu, aku selalu mantap memanggil namanya.

Namun tanpa pernah mantap menerka apa yang terjadi di antara kita.

Kegeeran? Mungkin.

Kupikir ia menyukaiku. Maksudku, dalam arti yang lebih. Naksir, ya, benar. Karena sikapnya yang terlampau istimewa kepadaku, dinilai dari singkatnya perkenalan antara kami. Aku tahu dia berbuat baik pada semua temannya, yang laki-laki, yang perempuan, yang lebih tua, yang lebih muda, yang apa adanya, yang ada apanya, yang tidak baik padanya (tapi aku tidak begitu yakin dengan hal ini), terlebih-lebih yang baik dan bersahabat dengannya.

Lalu, mengapa aku harus merasa aku yang teristimewa?
Karena aku merasa ada tatapan yang berbeda, ketika ia menatap mataku.

Sudah kubilang, bahwa aku tidak mantap menerka apa yang terjadi di antara kita. Karena belakangan ini, keistimewaan itu perlahan terkikis, tertutup dengan kesibukannya, bahkan terbagi dan terancam tergantikan dengan yang lain.

Orang lain.

Kulihat ada tatapan yang sama yang ia berikan untukku dulu di awal perkenalan kami. Namun, ada yang berbeda juga saat kulihat tatapannya kepada perempuan lain itu. Ada arti yang lebih.



Oke.

Kucukupkan di sini saja, sebelum aku tenggelam lebih dalam di arus imajiku sendiri. Bukankah tidak baik bila kujauh terbang melayang di atas angan-angan, tinggi dan lebih tinggi? Dalam posisi yang terlalu tinggi, rasa sakit ketika terjatuh akan sangat perih.

Ya, aku memang tidak pernah pandai menerka apa yang terjadi di antara kami berdua.

1 comment: